Saya rasa ketika berkeluarga tidak ada satupun keluarga yang
mau menjalani Long Distance Relationship (LDR) alias hubungan jarak jauh.
Pekerjaan saya menempatkan saya minimal bekerja dua tahun di kota orang,
memisahkan puluhan ribu kilometer dari keluarga.
Tapi, masing-masing keluarga memiliki tantangan tersendiri. Saya yakin kita
menuju kearah yang sama yakni berjuang untuk kebahagiaan
keluarga dengan caranya masing-masing.
Dari segi keuangan, perbedaan lokasi tentu mengakibatkan ada beberapa pos
pengeluaran yang dobel seperti tempat tinggal, listrik, dan yang pasti tambahan ongkos pulang. Nah, sebelum kami bisa bersatu lagi (Mudahkan Ya Allah, Aaamin..), apapun kondisinya tetap harus menabung untuk masa depan. Inilah empat langkah perencanaan keuangan keluarga khususnya pasangan LDR hiks hiks
TETAPKAN TUJUAN FINANSIAL
Alasan kenapa kita susah untuk menabung adalah karena tidak memiliki visi kedepan yang berakibat tidak berpikir panjang dalam
menghabiskan uang yang kita punya saat ini. Kita mesti merenungkan dulu, apa sih mimpi
finansial keluarga kita. Setelah bermusyarawah dengan suami, inilah impian finansial keluarga saya, ada 5 mimpi yang belum tercapai:
- Memiliki dana darurat
- Mempersiapkan dana pendidikan Fatih
- Mengumpulkan DP Rumah
- Membeli mobil
- Mempersiapkan dana pensiun
Kalau kita sudah tetapkan
impian dan tahu arah kemana tujuan finansial keluarga, jadi mikir dua kali kan untuk hura-hura sesaat. Ini impian finansialku,
mana impianmu? ^.^
Untuk saya pribadi kegiatan financial check up sangat
membuat malas, namun perlu saya lakukan untuk pmengetahui seberapa
sehatkan keuangan kita? Seberapa besarkah penghasilan, pengeluaran, aset, hutang, tabungan dan investasi yang kita
miliki.
PLANNING
Setelah tahu apa yang masih harus diperbaiki dari
keuangan keluarga saya, jadi kita mulai nyusun-nyusun strategi deh sesuai
keadaan kita.
- Untuk keluarga saya yang sama-sama bekerja, coba diskusikan dengan keluarga masing-masing tentang apakah penghasilan perlu digabung, atau penghasilan istri ya milik istri. Jujur di awal menikah, saya masih berpikiran gaji saya ya buat jajan saya sendiri. Tugas suami menuhin semua kebutuhan keluarga. Tapi seiring tambah dewasa *kibas jilbab, saya sadar bahwa tujuan finansial kami yang indah memerlukan perjuangan yang tidak sedikit, jadi biar makin cepat tercapainya maka saat ini penghasilan saya adalah penghasilan keluarga juga.
- Jika masih punya utang kartu kredit, maka melunasinya adalah prioritas pertama. Karena kalau dihitung-hitung bunga kartu kredit itu bisa mencapai 42% (Make it happen, Prita Ghozie) dalam setahun. Ihh serem..
- Membayar hutang maksimum 30%. Kalau kita berhutang lebih dari ini, coba dilihat hutang apakah yang kita miliki? Kalau untuk memenuhi gaya hidup misalnya hutang handphone terbaru atau cicilan rumah mewah. Maka, sebenarnya kita belum mampu dalam memenuhi lifestyle tersebut
- Pos-poskan penghasilan kita secara ideal, contohnya dalam keluarga saya:
- 2,5% zakat
- 30% tabungan dan investasi
- 10% bayar hutang
- 57,5 % biaya hidup
Sayangnya karena saat ini kami sedang LDR, biaya
kos dan biaya tiket plus ongkos saya pulang sebulan sekali (karena mengirimkan
ASI untuk anak saya yang masih berumur 1,5 tahun) yang mencapai 20% dari
penghasilan, membuat biaya hidup keluarga kami menjadi membengkak. Hiks.. Namun, tetap dong
harus berupaya menabung.
Ada banyak cara untuk menabung, mulai dari celengan ayam jago hehe, nabung di tabungan, nabung di deposito dan lainnya. Sekarang tidak perlu repot lagi membandingkan kelebihan tabungan dan deposito antar bank dengan mendatangi lokasi atau jelajah website tiap bank, karena cermati sudah memberi gambaran tabungan dan deposito antar bank. Contohnya cermati menyajikan 103 jenis tabungan dari berbagai provider, keren kan?
Namun, buat saya yang tipenya ‘harus dipaksa nabung’, untuk nabung di tabungan kurang cocok untuk saya. Karena ternyata dananya kepake terus *tutup muka. Rekening yang sudah diplot untuk tabungan di awal bulan gajian, ternyata malah kepake dan saldonya bisa sampai nol di akhir bulan. Jadi, saya perlu tabungan yang membuat disiplin:
Ada banyak cara untuk menabung, mulai dari celengan ayam jago hehe, nabung di tabungan, nabung di deposito dan lainnya. Sekarang tidak perlu repot lagi membandingkan kelebihan tabungan dan deposito antar bank dengan mendatangi lokasi atau jelajah website tiap bank, karena cermati sudah memberi gambaran tabungan dan deposito antar bank. Contohnya cermati menyajikan 103 jenis tabungan dari berbagai provider, keren kan?
Namun, buat saya yang tipenya ‘harus dipaksa nabung’, untuk nabung di tabungan kurang cocok untuk saya. Karena ternyata dananya kepake terus *tutup muka. Rekening yang sudah diplot untuk tabungan di awal bulan gajian, ternyata malah kepake dan saldonya bisa sampai nol di akhir bulan. Jadi, saya perlu tabungan yang membuat disiplin:
- Tabungan Berjangka: Menabung rutin secara autodebet minimal jangka waktu satu tahun
- Deposito: Menyetorkan dana yang dapat dicairkan umumnya jangka waktu 1,3,6 dan setahun
- Menyicil emas di pegadaian atau bank syariah
- Arisan emas dengan kawan
Kalau saya saat ini lebih memilih
menabung cara keempat yakni arisan emas dengan kawan. Jadi, saat ini saya punya komunitas yang berisikan tentang teman-teman dekat yang satu tujuan yakni ingin memiliki emas.
Namun kalau beli secara langsung kan mahal, jadi kita menyicil emas dimulai dari 2 gr – 10 gr per 5 bulan untuk lima orang. Waktu pengumpulan dana artinya adalah waktu pembelian emas, jadi harga emas per hari tersebut dibagi 5 dan dibelikan emas. 5 bulan kemudian baru kita bisa
mendapatkan emas. Lebih cepat waktunya dibandingkan tabungan berjangka yang minimal setahun, tidak ada biaya administrasi dan yang terpenting kalau kita sudah punya emas, sayang kan kalau dijual hehe. Kuncinya adalah mengumpulkan teman
yang terpercaya ketika arisan emas ini. Kalau tidak bisa kumpulin teman, kita bisa ikut program kepemilikan emas di pegadaian yang mulai dari 1 gram.
- Setelah dana darurat tercapai minimal 30% (Finchick UP, Farah Dini Novita), maka kita perlu beralih ke investasi untuk mencapai impian finansial saya yang lain, misalnya reksadana
- Belajar, belajar dan belajar. Di Indonesia, 84% yang memegang keuangan keluarga adalah perempuan (Make it happen, Prita Ghozie). Nah, kita sebagai perempuan Indonesia harus membuka mata untuk ilmu keuangan keluarga. Karena kalau emak-emaknya pintar mengelola keuangan keluarga, outputnya pasti keuangan keluarga akan menjadi positif. Mulai dari kisah sukses orang, seminar, kultwit, buku hingga web dapat kita tarik ilmunya. Salah satu website yang bermanfaat banget untuk belajar tentang finansial bisa kita dapatkan di cermati.
ACTION
Sebagus
apapun rencana kita, tentu bisa bubar jalan kalau ternyata kita tidak disiplin. Jika kita tersesat ingatlah kembali impian finansial kita.
Sama doakan saya cepet kumpul bareng keluarga lagi yaaa. Aaaminn