Judul Buku: Mencari Ketenangan di tengah Kesibukan
Penulis: Mohammad Fauzil Adhim
Penerbit: Pro-U Media, Yogyakarta
Cetakan: Ke-4, Maret 2014
Halaman: 442
ISBN: 979-1273-91-X
Harga: Rp 62.000,-
Jika kesunyian tak mampu menghadirkan ketenangan, jika sujud dan ruku’ kita tak lagi mendatangkan ketentraman dan kesejukan jiwa, ada yang perlu kita tengok dalam diri kita. Kita perlu mengambil jarak dan melakukan hentian sejenak dari kesibukan-kesibukan yang terus memacu kita untuk berlari. Kita perlu mencari kejernihan di tengah hiruk-pikuk kehidupan maupun mimpi-mimpi kita.
Jika bertambahnya rezeki tak menambah kebahagiaan, ketenagnan da kekhusyukan, ada yang perlu kita periksa sejenak. Atas sedekah dan ibadah kita, ada yang perlu kita cermati dengan jernih barangkali ada salah niat yang terselip. Atas berlimpahnya harta yang tak menambah keteduhan hati dan kesejukan jiwa, ada yang perlu kita renungi; tentang diri sendiri, tentang tetangga kita, tentang doa-doa kita serta berbagai hal yang bekaitan hubungan kita dengan Allah Ta’ala mapun hubungan dengan sesama.
Ambillah jarak, luangkan waktu dan lakukan hentian sejenak..Semoga kita dapat menemukan ketenangan di tengah kesibukan.
Blurp diatas menggambarkan dengan jelas tentang isi buku ini. Sebuah buku renungan yang istimewa untuk saya. Karena semua dikupas habis dalam buku ini, bahkan hal-hal terkecil, yang kadang luput dari perhatian kita yang membuat kita makin jauh dari Allah. Ada 5 bagian dalam buku ini tentang membuka jalan ke surga, menangis karena hamdalah, demi sepotong nyawa, keajaiban kata dan letaknya pada jiwa. Masing-masing bagian memuat kisah sarat hikmah di dalamnya, total ada 105 renungan di dalamnya, mari kita mulai jujur pada diri sendiri, berbicara berdua saja kepada hati kita.
-Kadang kekayaan tidak memberi apa-apa bagi pemiliknya kecuali keresahan dan kekhawatiran-
Penulis mengajak kita untuk merenung tentang harta, bahwa tidak ada kebaikan dalam kekayaan kalau tidak ada barakah. Rejeki yang barakah akan mendatangkan kebaikan yang bertambah-tambah dari Allah Swt. Ia memberi ketenangan, ketentraman hati, dan kelapangan jiwa bagi pemiliknya. Bertambah luasnya tempat tinggal memberinya keluasan hati pada tiap-tiap penghuninya, dan bukan membuat mereka merasa saling jauh satu sama lain. Bagaimana dengan harta kita selama ini?
Dalam renungan berjudul ‘Membayar Zakat, Bukan Memberi’, penulis membahas tentang fenomena zakat saat ini. Luar biasa orang yang antri untuk mendapatkan zakat 20 ribu rupiah. Jika 20 ribu sudah membuat mereka berbinar-binar, itu berarti mereka telah lama hidup dalam penderitaan yang sangat berat. Mereka seharusnya menerima haknya berupa zakat dengan gagah dan penuh kehormatan di rumah mereka sendiri. Mereka tak seharusnya dibuat lebih menderita lagi karena zakat sesungguhnya adalah kewajiban yang harus ditunaikan, bukan pemberian.
Di dalam buku ini ada suatu kisah Sirriy Siqthy yang menangis memohon ampun selama 30 tahunkarena hamdalah. Saat itu ada kebakaran di pasar, toko Sirriy tidak terkena kebakaran tersebut dan dia mengucap Alhamdulillah, namun ia ingat hadist Nabi, “Barang siapa melewatkan waktu paginya tanpa memperhatikan urusan kaum muslimin, maka tidaklah ia termasuk mereka.” Setiap hari ia dibayangi rasa bersalah dan menyesal karena ketika saudara muslimnya terkena musibah, ia mengucapkan syukur. Saya sendiri malu membaca kisah ini, betapa jauh akhlak saya dari Sirriy
Ada kisah miris yang berjudul ‘Sama-sama sakit’ ketika orang miskin memegang perut karena kelaparan, ada segelintir orang yang memegang perut karena kekenyangan. Jika si kelebihan memberikan kepada si miskin kelebihan makanannya, maka tidak akan ada yang sakit. Cerita ini ngena banget di saya kalau lagi kekenyangan buka puasa :’(. Dijelaskan penulis kadang kita merasa telah beramal dengan ikhlas saat memasukkan uang recehan untuk “menolong” agama Allah, padahal uang itu memang tidak kita butuhkan.
Bab tentang keajaiban kata menceritakan tentang peranan kata-kata dalam kehidupan karena berawal dari kata, peristiwa besar bisa terjadi. Pada bab terakhir tentang letaknya pada jiwa ada kalanya yang sedikit memberi kekuatan lebih besar daripada brkumpulnya manusia yang datang secara bergelombang. Sepuluh orang terpilih, keutamaan atau kekuatannya bisa melebihi seribu atau seratus ribu manusia cerdas yang rapuh jiwanya. Dan masih banyak lagi kisah-kisah yang wajib kita renungkan dalam buku ini.
Kelebihan buku ini adalah setiap kisah ‘kena’ di hati, serasa tulisan-tulisan penulis dibuat khusus untuk masing-masing pembacanya. Kekurangannya menurut saya ada beberapa kisah yang dibiarkan menggantung, misalnya pada halaman 408 tentang Lorraine Monroe yang mengajar anak-anak broken home, tidak dijelaskan lebih lanjut hasil dari didikannya bagaimana ada juga kisah tentang seorang anak yang harus dioperasi mata, dan hanya dibuat sebatas pembuka yang membuat saya penasaran bagaimana kisah selanjutnya sang anak. Terakhir, Buku ini recommended buat dibaca, apalagi saat bulan Ramadhan sehingga bulan ini dapat kita optimalkan dan kita tidak melewatinya hanya dengan mendapatkan lapar dan haus saja ^.^.
No comments