Bapak, menulis surat ini membuat pikiranku melayang ketika aku kecil. Bapak adalah orang yang paling sulit kutemui karena pergi sebelum aku bangun, dan pulang setelah aku tidur. Masih kuingat, kadang aku memaksakan diri begadang sampai jam 12 malam, supaya dapat bertemu dengan Bapak. Aku senang bermain-main di motor vespa tua Bapak, dan sampai sekarang orang yang memakai motor merek tersebut aku nilai sangat keren, kepengin sekali punya motor merek tersebut, namun sayang mahal jadi belum kesampaian *lho, jadi curcol :p
Terkadang aku iri dengan sepupuku karena setiap pulang bapaknya selalu membawa oleh-oleh, aku sering bersenandung kecil sesuai perasaan aku yang iri: "Bapak pulang..ga bawa oleh-oleh". Aku iri dengan sepupuku karena setiap hari minum susu, sampai aku penasaran banget susu itu seperti apa rasanya (padahal 2 tahun aku full minum ASI tapi tidak ingat hehe). Tapi, setiap weekend Bapak mengajakku untuk membeli 1 eskrim yang kusuka.
Saat kuliah, kita pernah berselisih pendapat hingga tidak berbicara 2 minggu. Karena aku ingin menambah uang jajan dengan cara mengajar les privat, tapi Bapak melarangku. Bapak bilang "Ya udah, Uwi aja yang kerja, Bapak nggak usah kerja kalau gitu!". Pikiran kelas kepalaku akhirnya luluh karena aku sadar Bapak ingin yang terbaik untukku, Bapak ingin aku fokus kuliah dan jadi orang berhasil dan pasti Bapak khawatir kalau aku pulang malam karena mengajarkan les privat setelah pulang kuliah.
Ketika uang yang Bapak berikan hanya cukup untuk ongkos, aku berpikir bagaimana caranya untuk memenuhi kebutuhan kuliah tanpa mengajar les privat. Akhirnya aku pergi ke kampus yang berjarak 10 km dengan berjalan kaki supaya ongkos yang Bapak kasih dapat aku pergunakan untuk keperluan kuliah yang lain. Capek sekali rasanya, di tengah perjalanan kadang aku istirahat di perkarangan rumah orang karena dadaku sesak tapi aku tahu harapan Bapak ada di pundakku. Peluh keringat Bapak harus kuperjuangkan.
Lagi-lagi aku iri dengan sepupuku yang ayahnya PNS, karena ia dibelikan motor dengan mudahnya. sedangkan aku masih berjalan kaki ke kampus. Tapi Bapak mengajarkanku untuk menjadi pribadi yang bersyukur, jangan meminjam barang apapun yang kita belum sanggup untuk membelinya, jangan paksakan diri.
Suatu hari sepulang kuliah, aku melihat ada sepeda yang parkir di halaman rumah kita, aku pikir milik orang lain. Ketika masuk rumah, Bapak bilang dengan ceria "Uwi, lihat sepeda di depan. Itu untukmu, Bapak betulkan sepeda di gudang yang sudah rusak. Bapak dan Abang yang membawa sepeda itu ke bengkel. Abang yang menenteng-nenteng sepeda itu" Aku tidak sanggup berkata-kata, hanya mata berkaca-kaca yang sanggup berbicara.
Ketika aku menikah, Bapak menggunakan uang pensiunnya untuk keperluan resepsiku hingga hanya tersisa sedikit di tabungannya. Tidak sampai situ aku terus merepotkan Bapak, ketika aku punya anak, Bapak mengurus cucunya dengan penuh kasih sayang ketika aku bekerja, setiap hari anakku selalu dibawa Bapak berjalan-jalan di sekitar lingkungan rumah hingga anakku dekat sekali dengan engkongnya.
Bapak yang berprofesi supir tiap hari harus bolak-balik Karawang Jakarta, tapi ingin anak-anaknya sukses. Lihatlah Bapak, karena Bapak aku bisa lulus di Universitas Indonesia dan sekarang bekerja sebagai abdi negara. Lihatlah Bapak, Abang sekarang sukses bekerja sebagai tim leader di perusahaan operator. Bukan karena hebat kami, tapi karena usaha Bapak dan doa-doa tulus yang Bapak panjatkan untuk kami.
Bapakku adalah super heroku, kasihnya abadi ikhlas tanpa pamrih. Hanya mengharapkan kesuksesan dan kebahagiaan anak-anaknya, dan itulah yang akan aku perjuangkan juga. Mencapai ridhoNya dengan membuat orangtuaku bahagia..
Happy Father's Day, My Real Super Hero
Tulisan ini diikutsertakan pada lomba Surat untuk Bapak
No comments